Memperbincangkan teori arsitektur Barat, sulit kiranya meninggalkan nama besar yang legendaris Marcus Pollio Vitruvius. Dia adalah arsitek dan insinyur Romawi yang hidup pada abad I dan berperan besar karena menulis buku arsitektur tertua yang sempat ditemukan oleh pakar Barat. Dalam buku A History of Architecture Theory (Hanno-Walter Kruff, 1994; 21), diuraikan bahwa sebenarnya sebelum Vitruvius, teori arsitektur Barat telah pernah terungkap yaitu pada zaman Yunani dan Romawi namun karena karakteristik data yang bersifat fana maka Dunia Barat menetapkan era Vitruvius-lah yang dianggap sebagai cikal bakalnya teori arsitektur Barat.
Karya tulis Vitruvius terbagi dalam sepuluh buku sehingga diberi tajuk “Sepuluh Buku Arsitektur” (The Ten Books on Architecture). Buku I menguraikan tentang pendidikan bagi arsitek. Didalamnya dimuat hal-hal yang berhubungan dengan dasar-dasar estetika serta berbagai prinsip tentang teknik bangunan, mekanika, arsitektur domestik bahkan sampai perencanaan perkotaan. Buku II memaparkan evolusi arsitektur utamanya yang berkaitan bengan masalah material. Buku III, tentang bangunan peribadatan. Buku IV menguraikan berbagai tipe bangunan peribadatan khususnya yang berhubungan dengan tata atur (orders) dan teori proporsi. Buku V memuat tentang bangunan-bangunan fasilitas umum seperti teater. Buku VI mengulas tentang keberadaan rumah pribadi. Buku VII berisikan penggunaan material bangunan sedangkan pada buku VIII berisi tentang sistem
perolehan atau pasok air. Adapun buku IX mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan astronomi dan buku X menjelaskan tentang konstruksi, mekanika dan permesinan.
Kesepuluh buku diatas mempunyai berbagai ragam pengantar yang pada intinya terdiri dari sosok Vitruvius, fungsi dari suatu perlakuan secara runtut atas suatu hala atau yang lazim disebut treatis dan berbagai problematika arsitektur secara umum. Dalam hal ini Vitruvius tampak berhasil menampilkan konsepsi yang
pada zamannya tergolong kontemporer. Tentang berbagai kesepakatan (treatis) dalam dunia arsitektur yang pada masa itu banyak diimplementasikan untuk melayani Dinasti Agustus (27 BC - 270 AD). Di dalam buku ini juga didiskusikan tentang metode dan berbagai aspek linguistik melalui berbagai ungkapan material
yang variatif. Dalam buku III misalnya, Vitruvius menetapkan unsur simetri sebagai prinsip pertama di dalam penataan bangunan. Prinsip berikutnya adalah proporsi – perbandingan bagian yang terdapat dalam satu benda atau bentuk – yang terutama
diaplikasikan pada tiang-tiang yang oleh Vitruvius dikelompokan menjadi berbagai jenis sesuai dengan temuannya di kuil Romawi. Di sini bagian-bagian bangunan yang berhubungan dengan tiang dan balok diatasnya mendapat perhatian penuh. Dalam buku yan ke IV, Vitruvius mengemukakan asal-usul ketiga order dan proporsi Capital Corintian. Dari sini ia lebih jauh menjabarkan ornamen order tersebut serta melanjutkannya dengan penjelasan mengenai proporsi Kuil Doric. Pembagian ruangan, penghadapan kuil yang harus kebagian langit Barat (bila ada upacara perngorbanan pelaksanaan acara akan menghadap ke Timur) juga diaturnya. Ketentuan tersebut berhubungan dengan pintu yang juga tunduk pada kaidah
proporsi dan tata letak vertikal maupun horizontal. Di dalam buku Vitruvius yang ke X, pada bagian pengantarnya, diuraikan hubungan antara prakiraan dan biaya riil bangunan. Dia juga memperhitungkan adanya jasa arsitek yang diasumsikan akan memberikan tambahan biaya pembangunan sekitar 25 %. Di dalam pengantar ini juga diuraikan berbagai tekanan penting seperti matematika, geomatrika, disamping
juga sistem kosmologi yang dikaitkan dengan sistem pengaturan waktu.
Memperbincangkan teori arsitektur Barat versi Vitruvius, harus disebutkan pendahulu yang pernah menuliskan dan menginterpretasi kembali teori tersebut yaitu Leone Battista Alberti dengan bukunya “Re de Aedificatore” yang terbit pada abad pertengahan. Demikian pula dengan Andrea Palladio yang setia mempraktekan prinsip-prinsip geomatrika Vitruvius yang sempat diaplikasikan pada karya meonumentalnya “Villa Capra” (oleh karena obyek tersebut dapat dinikmati dari keempat sisinya sehingga lebih dikenalnya dengan sebutan Villa Rotunda). Bahkan karena demikian monumentalnya prinsip-prinsip Vitruvius, sampai-sampai Paul-Alan Johnson, terlepas sengaja atau kebetulan pada tahun 1994 menulis buku “The Theory of Architecture” yang juga memuat sepuluh bab. Walaupun buku ini buka merupakan penulisan kembali tentang teori-teori Vitruvius namun phenomena tersebut merupakan salah satu bukti kesakralan Vitruvius.
Sorotan tajam tentang teori Vitruvius oleh para arsitek generasi akhir tampaknya lebih tertuju pada pengertian arsitektur yang terurai menjadi tiga komponen pokok, yang dalam pengertiannya sering disebut sebagai komponen struktur atau konstruksi atau kekuatan Firmistas, komponen fungsi atau guna Utilitas dan komponen keindahan dan estetika Venustas.
Dalam buku Architecture and Phylosophys, Winand Klassen (1992; 4) mengungkapkan bahwa ketiga komponen diatas firmistas terwujud dalam istilah daya tahan atau keawetan (durability). Di dalam bahasa arsitektur istilah tersebut lebih dekat untuk ditafsirkan sebagai aspek struktur atau konstruksi. Komponen
kedua utilitas dimaksudkan sebagai perangkat yang dapat menyamankan kehidupan penghuni atau pemakai (convenience). Oleh para arsitek generasi akhir lazim ditafsirkan sebagai fungsi atau manfaat. Adapun komponen ketiga venustas, adalah dimaksudkan sebagai aspek keindahan (beauty). Hal ini oleh bahasa
arsitektur pantas disebut dengan istilah estetika. Dari ketiga komponen arsitektur (Firmistas, Utilitas dan Venustas) Winand Klassen memberikan beberapa catatan diantaranya adalah adanya indikasi pertambahan kompleksitas. Adapun gagasan
suatu bangunan itu tersusun secara benar (constructed firmly) sehingga konstruksi tersebut akan kokoh, memang semua pihak akan sependapat. Namun dalam pengamatan secara sekilas, diinformasikan bahwa material-material bangunan yang ada bukan hanya sekedar dituntut kekokohan atau kekuatannya belaka, tetapi perlu kualitas lainnya juga terungkap.
Didalam hal keindahan, Vitruvius tidak menggunakan istilah pulchritudo, hal tersebut menurut analisis Winand Klassen dikarenakan keindahan yang dimaksud adalah sangat agrsif (fertile), dinamis dan mudah berkembang (growing) sehingga dalam konteks pembahasan tersebut, arsitektur memang membutuhkan berbagai
ragam dan cakupan keindahan.
Winand Klassen , juga menyampaikan bahwa arsitektur itu seharusnya mampu mewadahi kondisi manusia yang serba khas (spacifically). Didasarkan hal ini, berangkat dari prinsip Vitruvius, masalah sosok (figure) dari Leonardo da Vinci, sampai pada prinsip modul yang digali ole Le Corvusier, ternyata masalah tubuh
manusia masih berkesan sebagai sumber kekuatan dalam bentuk arsitektur. Sedangkan pada sisi lain Winand Klassen menggagas dan sepakat dengan saran Charles Jencks bahwa dalam mengkaitkan istilah Firmistas, Utilitas dan Venustas, tampaknya dalam konteks kegunaan dan kelazimannya akan lebih akrab digunakan
istilah teknik, fungsi dan bentuk tentunya dengan mempertimbangkan berbagai kompleksitas yang ada.
sumber referensi :
Ching, Francis DK, 1987, Architecture: From, Space and Order, Van Nostrand
Reinhold.
Funk dan Wagnalls, 1990, New Encyclopedia, vol – 22.
Klassen, Winand, 1992, Architecture and Philosophy, Philipines: Calvano Printers
Cebu City.
Kruf, Hanno-Walter, 1994, A History of Architectural Theory, Princenton
Architectural Press.
Mangunwijaya, YB, 1987, Wastu Citra, Gramedia, Jakarta.
Meiss, Pierre von, 1985, Elements of Architecture, Van Nostrand Reinhold.
Soger, Smith T., 1987, An Ilustrated of History Architecture Style, Omega Books.
Soger, Smith T., 1989, An Ilustrated of History Architecture Style, Omega Books.
Sumalyo, Yulianto, 1997, Arsitektur Moder Akhir Abad XIX dan Abad XX.
Gajahmada University Press, Yagyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar