Kabupaten Mamasa adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Mamasa, sekitar 340 km dari Kota Makassar, dapat ditempuh sekitar 6 jam dengan menggunakan mobil dari kota Pare-Pare, pusat kawasan pengembangan ekonomi terpadu di propinsi Sulawesi Selatan sekitar 190 km.Kabupaten Mamasa awalnya terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan Mamasa, Mambi, Sumarorong dan Pana, kemudian berkembang menjadi 10 kecamatan dan 123 kelurahan/desa
Jumlah penduduk Kabupaten Mamasa sebanyak 125.088 orang yang terdiri dari laki-laki 62.132 orang dan perempuan 62.956 orang.
Hasil pertanian Kabupaten Mamasa di antaranya padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Hasil perkebunan Kabupaten Mamasa pada umumnya berupa kopi maupun kakao, yang dikelola petani secara tradisional. Tanaman kopi yang dihasilkan petani Kabupaten Mamasa, semasa masih menjadi bagian dari Kabupaten Polmas telah memberikan konstribusi dalam mengangkat nama Polmas sebagai penghasil kopi bahkan tidak sedikit kopi asal Mamasa yang di pasarkan di daerah tetangga seperti Kabupaten Tana Toraja.
Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan makanan bergizi, disamping itu juga digunakan untuk meningkatkan pendapatan peternak. Di antara populasi ternak yang berkembang di Kabupaten Mamasa adalah ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi. Sedangkan untuk jenis unggas adalah ayam kampung, ayam ras dan itik lokal.
Kabupaten Mamasa memiliki beberapa objek wisata, yaitu Wisata Budaya Kuburan Tedong-tedong di Kecamatan Balla, Minanga di Sesenapadang, Wisata Alam Air Terjun Sarambu, Permandian Air Panas di Desa Rambusaratu' Kecamatan Mamasa, Agro Wisata Perkebunan Markisa di Kecamatan Mamasa, Wisata Budaya Rumah Adat, Perkampungan Tradisional Desa Ballapeu, Tradisi Mebaba' dan Mangngaro di Nosu merupakan tradisi yang unik.
Kabupaten Mamasa adalah salah satu di antara 28 Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Selatan. Ini didirikan pada tanggal 11 Maret 2002 sebagai kabupaten baru. Sebelum pendudukan Kolonial Belanda daerah ini dikenal sebagai "Pitu Ulunna Salu daerah". Pitu Ulunna Salu berarti tujuh sungai bagian atas adalah simbol dari tujuh pemimpin lokal di daerah pegunungan, yang lain selanjutnya dikenal namanya "Kondosapata 'Uaisapalelean" berarti "sawah yang luas dengan air datar" adalah simbolis dari kepemimpinan tradisional di tingkat yang sama tapi fungsi yang berbeda dalam masyarakat, dan nama terakhir setelah periode Independen Indonesia adalah Mamasa sampai saat ini. Sebelum Mamasa didirikan sebagai kabupaten baru, 1959-2002 daerah Mamasa merupakan bagian dari Kabupaten Polewali Mamasa adalah Kabupaten Polmas abrevieted (Kabupaten Polewali Mamasa) Kabupaten.
Mamasa atau mamase berasal dari kata "pesona cinta" berarti Mamasanese atau "lembah yang indah". Itu diberikan oleh penduduk setempat sebagai nama sebuah lembah di daerah pegunungan dari Kabupaten Mamasa.
Menurut sejarah lokal, yang panjang lalu ketika lembah ini adalah hutan, banyak orang yang datang dari luar untuk berburu dan ikan.
Kabupaten Mamasa berada pada ketinggian antara 600 m sampai 2000 m di atas permukaan laut dan dan ketinggian pegunungan di daerah ini adalah 2500-3107 m di atas permukaan laut. Daerah Kabupaten Mamasa adalah dataran hijau dengan curah hujan yang lebat. Fitur-fitur ini membuat Mamasa tujuan atraktif bagi pengunjung (wisatawan).
Mamasanese masih mempraktikkan agama tradisional leluhur mereka yang disebut "Ada 'Mappurondo atau Aluk Tomatua" dalam tradisi lisan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai Mamasanese tidak memiliki naskah tertulis. Setiap tahun, Ada 'Mappurondo pengikut masih upacara mereka, terutama setelah panen padi.
daerah ini juga terkenal dengan Mistik . Masyarakat setempat dapat memerintahkan mayat berjalan pulang. Mereka percaya bahwa semua mayat dari sebuah keluarga atau kerabat akan berada di tempat yang sama dalam kehidupan sesudahnya,
Mamasanese rumah lumbung khas dan mirip dalam bentuk untuk kapal. Orang-orang percaya bahwa nenek moyang mereka datang dari laut dengan kapal / perahu dan pergi ke hulu sungai.
Legenda mengatakan bahwa "Nenek 'Torije'ne": (nenek moyang nenek ) datang dari laut dan "Nenek Pongkapadang" (nenek moyang kakek) datang dari timur, daerah pegunungan pulau ini. Mereka bertemu satu sama lain kemudian pindah ke "Buntu Bulo desa" di Tabulahan (dekat Mamuju Kabupaten). Orang-orang percaya bahwa mereka adalah nenek moyang dari Mamasanese dan sekitarnya.
Tampilkan postingan dengan label budaya mamasa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya mamasa. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 18 Juni 2011
Letak Geografis dan Historis kabupaten Mamasa
Label:
budaya mamasa
Rumah Adat Mamasa
Rumah adat Mamasa memiliki kemiripan dengan rumah adat Toraja mengapa bisa ya? menurut sejarahnya kedua etnik tersebut berasal dalam satu rumpun berikut beberapa rumah adat yang ada di Mamasa sulbar
1. Banua Layuk
Berasal dari kata “Banua” berarti rumah; kata “Layuk” berarti tinggi, maka “Banua Layuk” artinya “Rumah Tinggi”, yang sangat berukuran besar dan tinggi, biasanya pemilik rumah tersebut merupakan pemimpin dalam masyarakat atau bangsawan.
2. Banua Sura
Kata “Sura” berarti “Ukir” jadi “Banua Sura” berarti “Rumah Ukir”, besar dan tingginya tidak seperti banua layuk. Penghuni daripada rumah merupakan pemimpin dalam masyarakat dan bangsawan
3. Banua Bolong
Kata “Bolong” berarti “Hitam”. Rumah ini dihuni oleh orang kaya dan pemberani dalam masyarakat.
4. Banua Rapa
Rumah Mamasa dengan warna asli (tidak diukir dan tidak dihitamkan), dihuni oleh masyaraakt biasa.
5. Banua Longkarrin
Rumah Mamasa yang bagian tiang paling bawah bersentuhan dengan tanah dialas dengan kayu (longkarrin), dihuni juga oleh masyarakat biasa
Rumah adat Mamasa bernama Banua Layuk yang berlokasi di Rantebuda, Buntukasisi. Orobua, dan Tawalian kesemuanya dalam wilayah Kecamatan Mamasa. Rumah adat Mamasa merupakan simbol eksistensi suku toraja mamasa saat ini, yang semakin lama semakin terkikis oleh arus perubahan jaman. Pada dasarnya rumah adat Mamasa hampir mirip dengan rumah adat Toraja, perbedaannya yaitu rumah adat mamasa memiliki atap kayu yang berat dengan bentuk yang tidak terlalu melengkung sementara rumah adat Toraja memiliki atap kayu dengan bentuk seperti huruf ‘U’. Dan selain itu, masyarakat Mamasa tidak memiliki terlalu banyak upacara adat sebagaimana di Toraja.
ecara struktur Banua Layuk yang terdiri atas tiga bagian, yakni atap, badan, dan kolong (rumah panggung), Secara fungsional bentuk rumah panggung dapat digunakan untuk menghindari gangguan binatang buas, lantai dapat menampung hawa panas di malam hari, sehingga cocok untuk daerah dingin, dan kolong dapat berfungsi praktis.
Banua layuk sebagai rumah adat sarat dengan makna simbolik sebagai cerminan dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh masayarakatnya. Simbol-simbol tersebut ditemukan pada struktur, ukiran, dan unsur-unsur lainnya yang terdapat pada banua layuk.
http://mamasa-online.blogspot.com
1. Banua Layuk
Berasal dari kata “Banua” berarti rumah; kata “Layuk” berarti tinggi, maka “Banua Layuk” artinya “Rumah Tinggi”, yang sangat berukuran besar dan tinggi, biasanya pemilik rumah tersebut merupakan pemimpin dalam masyarakat atau bangsawan.
2. Banua Sura
Kata “Sura” berarti “Ukir” jadi “Banua Sura” berarti “Rumah Ukir”, besar dan tingginya tidak seperti banua layuk. Penghuni daripada rumah merupakan pemimpin dalam masyarakat dan bangsawan
3. Banua Bolong
Kata “Bolong” berarti “Hitam”. Rumah ini dihuni oleh orang kaya dan pemberani dalam masyarakat.
4. Banua Rapa
Rumah Mamasa dengan warna asli (tidak diukir dan tidak dihitamkan), dihuni oleh masyaraakt biasa.
5. Banua Longkarrin
Rumah Mamasa yang bagian tiang paling bawah bersentuhan dengan tanah dialas dengan kayu (longkarrin), dihuni juga oleh masyarakat biasa
Rumah adat Mamasa bernama Banua Layuk yang berlokasi di Rantebuda, Buntukasisi. Orobua, dan Tawalian kesemuanya dalam wilayah Kecamatan Mamasa. Rumah adat Mamasa merupakan simbol eksistensi suku toraja mamasa saat ini, yang semakin lama semakin terkikis oleh arus perubahan jaman. Pada dasarnya rumah adat Mamasa hampir mirip dengan rumah adat Toraja, perbedaannya yaitu rumah adat mamasa memiliki atap kayu yang berat dengan bentuk yang tidak terlalu melengkung sementara rumah adat Toraja memiliki atap kayu dengan bentuk seperti huruf ‘U’. Dan selain itu, masyarakat Mamasa tidak memiliki terlalu banyak upacara adat sebagaimana di Toraja.
ecara struktur Banua Layuk yang terdiri atas tiga bagian, yakni atap, badan, dan kolong (rumah panggung), Secara fungsional bentuk rumah panggung dapat digunakan untuk menghindari gangguan binatang buas, lantai dapat menampung hawa panas di malam hari, sehingga cocok untuk daerah dingin, dan kolong dapat berfungsi praktis.
Banua layuk sebagai rumah adat sarat dengan makna simbolik sebagai cerminan dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh masayarakatnya. Simbol-simbol tersebut ditemukan pada struktur, ukiran, dan unsur-unsur lainnya yang terdapat pada banua layuk.
http://mamasa-online.blogspot.com
Label:
budaya mamasa
Langganan:
Postingan (Atom)