CTN -- Sekalipun sangat dibutuhkan pada upacara rambu solo', kerbau belang (bubalus bubalis) makin sulit dibiakkan di Tana Toraja . Karena harganya mahal, pejantan belang ini cenderung dijaga dan diisolasi, hingga kurang "gaul" dengan betina. Harga kerbau belang jantan pun melambung, berkisar Rp.40 juta sampai Rp. 400 juta. Sanggup beli???
Kerbau belang jantan merupakan kerbau potong persembahan dalam upacara adat pemakaman masyarakat Tana toraja. Ada kepercayaan, semakin bagus kerbau belang dan semakin banyak dipotong, akan semakin baik dan aman kehidupan orang yang meninggal di akhirat.
Upacara kematian Rambu Solo ini menghabiskan dana/biaya yang bukan main banyaknya ( ratusan juta sampai milyaran rupiah ). Dana sebanyak itu untuk membangun rumah-rumah sementara dari bambu di tanah lapang yang sangat luas sekali untuk ratusan bahkan ribuan tamu yang diundang dari berbagi strata sosial, wisatawan asing maupun lokal yang akan datang melayat/menghadiri upacara kematian ini dan yang paling utama dari upacara ini adalah biaya pembelian kerbau-kerbau yang harganya sangat mahal sekali! ( siapa yanmg mampu membeli dan memotong kerbau paling banyak nama keluarganya akan terangkat tinggi sekali di mata masyaratnya ), harga satu ekor kerbau bisa mencapai seratus juta rupiah dan biasanya keluarganya membeli lebih dari seratus ekor kerbau. Jadi barang siapa yang dapat mempersembahkan banyak kerbau dalam sebuah upacara kematian maka nama keluarganya akan terangkat tinggi sekali didalam masyarakat dan akan sangat dihargai juga disegani. Jadi selain karena adat masyarakat Toraja juga beranggapan bahwa pengurbanan kerbau-kerbau ini merupakan persaingan status sosial dalam masyarakat, Juga nama besar yang terelu-elukan akan mereka dapat, mereka juga mengaggap bahwa dengan banyaknya kerbau yang mereka persembahkan akan cepat mengantarkan roh si mati menuju nirwana ( konon arwah si mati menunggangi kerbau – kerbau suci tersebut ). Kerbau – kerbau ini nantinya dipotong/disembelih lalu dagingnya dibagi-bagikan kepada ratusan masyarakat yang datang pada upacara ini, pembagian daging ini juga sesuai dengan dengan kelas sosial si pelayat dalam masyarakat, jadi daging yang dibagi-bagikan kepada pelayat juga berbeda jumlah dan kualitasnya sesuai kelas/strata sosial seseorang, maksudnya ialah kelas orang terpandang mendapatkan daging yang banyak dengan kualitas daging terbaik dan kelas strata bawah hanya mendapat daging sedikit dan dengan kualitas biasa saja.
Intinya adalah hanya orang-orang berduit banyak saja yang dapat melakukan upacara Rambu Solo yang sangat erat dengan simbol kerbau yang terkenal di tanah Toraja ini.
Oleh:Johny Harry Isabela Patty
Kalau ada kerbau yang diperjual belikan seharga mobil mewah, pastilah itu si kerbau bule yang belang alias Tedong Bonga. Tedong Bonga adalah sumber daya genetika asli yang merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Hewan yang satu ini tergolong sulit dikembangbiakan dan dengan tingginya permintaan untuk dipotong pada upacara-upacara adat di Tana Toraja maka harganya bisa mencapai kisaran dua ratus juta rupiah.
Harga yang fantastik untuk seekor kerbau, bukan. Karena harga jual yang tinggi maka tak heran bila si empunya kerbau sangat memanjakan si Tedong Bonga ini. Memiliki si Tedong Bonga ini pun menjadi hal yang prestisius bagi penduduk Tana Toraja.
Tiap hari si Tedong Bonga tidak hanya diberi makan rumput, namun juga dimandikan, disikat dan digosok dengan sejenis ramuan minyak agar kulit dan bulu si Tedong Bonga kinclong dan tentunya semakin mendongkrak naik harganya. Pada upacara-upacara adat, Tedong Bonga akan digunakan dalam acara Ma’pasilaga Tedong (adu kerbau) dan Ma’tinggora Tedong (pemotongan kerbau). Semakin banyak hewan dan khususnya Tedong Bonga yang digunakan dalam suatu upacara maka menandakan semakin tingginya tingkat sosial si empunya hajat sebagai seorang bangsawan dan terpandang dalam masyarakat.
sumber : (http://kampoeng-heber.blogspot.com/search/label/Tedong%20Bonga)
Kerbau belang jantan merupakan kerbau potong persembahan dalam upacara adat pemakaman masyarakat Tana toraja. Ada kepercayaan, semakin bagus kerbau belang dan semakin banyak dipotong, akan semakin baik dan aman kehidupan orang yang meninggal di akhirat.
Upacara kematian Rambu Solo ini menghabiskan dana/biaya yang bukan main banyaknya ( ratusan juta sampai milyaran rupiah ). Dana sebanyak itu untuk membangun rumah-rumah sementara dari bambu di tanah lapang yang sangat luas sekali untuk ratusan bahkan ribuan tamu yang diundang dari berbagi strata sosial, wisatawan asing maupun lokal yang akan datang melayat/menghadiri upacara kematian ini dan yang paling utama dari upacara ini adalah biaya pembelian kerbau-kerbau yang harganya sangat mahal sekali! ( siapa yanmg mampu membeli dan memotong kerbau paling banyak nama keluarganya akan terangkat tinggi sekali di mata masyaratnya ), harga satu ekor kerbau bisa mencapai seratus juta rupiah dan biasanya keluarganya membeli lebih dari seratus ekor kerbau. Jadi barang siapa yang dapat mempersembahkan banyak kerbau dalam sebuah upacara kematian maka nama keluarganya akan terangkat tinggi sekali didalam masyarakat dan akan sangat dihargai juga disegani. Jadi selain karena adat masyarakat Toraja juga beranggapan bahwa pengurbanan kerbau-kerbau ini merupakan persaingan status sosial dalam masyarakat, Juga nama besar yang terelu-elukan akan mereka dapat, mereka juga mengaggap bahwa dengan banyaknya kerbau yang mereka persembahkan akan cepat mengantarkan roh si mati menuju nirwana ( konon arwah si mati menunggangi kerbau – kerbau suci tersebut ). Kerbau – kerbau ini nantinya dipotong/disembelih lalu dagingnya dibagi-bagikan kepada ratusan masyarakat yang datang pada upacara ini, pembagian daging ini juga sesuai dengan dengan kelas sosial si pelayat dalam masyarakat, jadi daging yang dibagi-bagikan kepada pelayat juga berbeda jumlah dan kualitasnya sesuai kelas/strata sosial seseorang, maksudnya ialah kelas orang terpandang mendapatkan daging yang banyak dengan kualitas daging terbaik dan kelas strata bawah hanya mendapat daging sedikit dan dengan kualitas biasa saja.
Intinya adalah hanya orang-orang berduit banyak saja yang dapat melakukan upacara Rambu Solo yang sangat erat dengan simbol kerbau yang terkenal di tanah Toraja ini.
Oleh:Johny Harry Isabela Patty
Kalau ada kerbau yang diperjual belikan seharga mobil mewah, pastilah itu si kerbau bule yang belang alias Tedong Bonga. Tedong Bonga adalah sumber daya genetika asli yang merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Hewan yang satu ini tergolong sulit dikembangbiakan dan dengan tingginya permintaan untuk dipotong pada upacara-upacara adat di Tana Toraja maka harganya bisa mencapai kisaran dua ratus juta rupiah.
Harga yang fantastik untuk seekor kerbau, bukan. Karena harga jual yang tinggi maka tak heran bila si empunya kerbau sangat memanjakan si Tedong Bonga ini. Memiliki si Tedong Bonga ini pun menjadi hal yang prestisius bagi penduduk Tana Toraja.
Tiap hari si Tedong Bonga tidak hanya diberi makan rumput, namun juga dimandikan, disikat dan digosok dengan sejenis ramuan minyak agar kulit dan bulu si Tedong Bonga kinclong dan tentunya semakin mendongkrak naik harganya. Pada upacara-upacara adat, Tedong Bonga akan digunakan dalam acara Ma’pasilaga Tedong (adu kerbau) dan Ma’tinggora Tedong (pemotongan kerbau). Semakin banyak hewan dan khususnya Tedong Bonga yang digunakan dalam suatu upacara maka menandakan semakin tingginya tingkat sosial si empunya hajat sebagai seorang bangsawan dan terpandang dalam masyarakat.
sumber : (http://kampoeng-heber.blogspot.com/search/label/Tedong%20Bonga)
0 komentar:
Posting Komentar